Thursday, 14 August 2014

Penyebab Tangisan Iblis

Kisahnya.
Kenapa iblis kok sampai menangis begitu keras, ternyata iblis sangat sedih ketika manusia mendapatkan pelang untuk menghapus dosa-dosanya. Dlam beberapa riwayat disebutkan setidaknya ada tiga hal yang membuat iblis menangis, yaitu keutamaan Surat Al Fatihah, saat Rasulullah SAW lahir, dan ketika seorang mukmin mengucap salam.

Dalam Kitab Al Jami; Liakam Al Qur;an karya Imam Al Qurthubi dijelaskan bahwa ada 2 hal yang bisa menyebabkan iblis menangis dengan kerasnya.

Pertama.
Ketika diturunkannya Surat Al Fatihah, yang mana surat ini adalah surat yang paling afdhol di dalam Al Qur'an.

Kedua.
Ketika dilahirkannya Nabi Muhammad SAW, makhluk yang paling mulia sejagad raya.
Karena berkat bimbingan Beliau, orang yang sudah memiliki dosa setumpuk gunung bisa terhapus dosanya hanya dengan mengucapkan syahadat saja.

Sebagai contoh saja, pada jaman Rasulullah SAW ada orang yang tua renta kisaran berumur 100 tahun lebih mengadu kepada Rasulullah SAW.
"Ya Rasulullah, apakah agamamu bisa menghapuskan dosa-dosa yang telah aku perbuat, yang mana dosaku setumpuk gunung, berzina, mabuk, berjudi dan sebagainya dan kalau dikumpulkan akan melebihi dosa orang yang paling banyak dosanya di muka bumi ini," kata orang tua itu.
"Bisa," jawab Rasulullah SAW.
"Lalu apa yang harus aku lakukan?" tanya orang tua itu.
Kemudian Rasulullah SAW bersabda,
"Ucapkanlah Syahadat."

Kemudian orang tua itu pergi menuju rumahnya.
Selang 3 hari kemudian terdengar kabar kalau orang tua itu meninggal dunia dan Rasulullah SAW pun bersabda,
"Orang tersebut termasuk golongan orang yang masuk surga."

Lalu apa yang ketiga.
Ucapan salam. Ternyata ucapan salam dari seorang mukmin ke mukmin lainnya juga bisa membuat iblis menangis dengan kerasnya. Hal iniseperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra, Ibnu Abbas berkata,
"Sesungguhnya iblis yang terkutuk itu akan menangis pada saat seorang mukmin bersalam dan dia (iblis) berkata,
"Aduh, celakanya, kedua mukmin itu tidak akan berpisah melainkan akan diampuni dosa-dosanya."

Rasulullah SAW sendiri sangat menekankan ucapan salam bagi seorang mukmin sebelum perkataan lain diucapkan. Dalam hadits, Rasulullah SAW bersabda,
"Barangsiapa yang berbicara sebelum memberi salam, maka janganlah kamu jawab."

Hadits lainnya ada yang mengatakan.
Rasulullah SAW bersabda,
"Orang yang berkendaraan hendaklah memberi salam kepada orang yang berjalan kaki, orang yang berjalan kaki hendaklah memberi salam kepada orang yang duduk, dan orang yang sedikit hendaklah memberi salam kepada orang yang banyak."

Itulah 3 hal yang bisa membuat iblis menagis denga keras. Sungguh sangatlah beruntung kita ini dengan lahirnya Nabi Muhammad SAW.
"Allohumma Sholli 'Alaa Muhammad..."

Wednesday, 13 August 2014

Penolakan Nabi Isa as disebut TUHAN

Di dalam Al Qur'an, Isa atau yang diklaim umat Kristiani sebagai Tuhan Yesus, jelas-jelas menolak jika dirinya disebut Tuhan.
Isa hanya manusia biasa yang diangkat oleh Allah SWT sebagai Nabi-Nya.



Berikut Kisah Nabi Isa as Menolak Disebut Tuhan.
Nabi Isa as diangkat menjadi nabi untuk berdakwah kepada kaum Bani Israil di Palestina.
DalamAl Qur'an, nama Isa disebut sebanyak 25 kali.
Sebagai seorang Nabi, Isa banyak dikarunia mukjizat.

Al Qur'an menceritakan keajaiban kelahiran Nabi Isa as sebagai anak Maryam tanpa ayah. Menurut kisah Al Qur'an, Maryam selalu beribadah dan telah dikunjungi oleh Malaikat Jibril. Dan Malaikat Jibril mengatakan kepada Maryam bahwa akan diberikan calon anak yang bernama Isa. Maryam sangat terkejut karena ia telah bersumpah untuk menjaga keperawanannya kepada Allah SWT.

Lalu Jibril pun menenangkan Maryam dan mengatakan bahwa perkara itu adalah perkara yang mudah bagi Allah SWT, seperti halnya dalam penciptaan Adam tanpa ibu dan bapak.
Allah SWT berfirman,

قَالَ كَذَلِكِ قَالَ رَبُّكِ هُوَ عَلَيَّ هَيِّنٌ وَلِنَجْعَلَهُ آيَةً لِلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِنَّا وَكَانَ أَمْرًا مَقْضِيًّا

Artinya:
Jibril berkata: "Demikianlah". Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiku; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan".
(QS. Maryam: 21).

Banyak Karunia Mukjizat
Setelah Maryam mengandung, ia mengasingkan diri dari keluarganya ke suatu tempat. Di sana ia melahirkan dan beristirahat di dekat sebuah batang pohon kurma. Meskipun masih bayi, namun Nabi Isa as telah dikarunia mukjizat oleh Allah SWT. Kala itu Nabi Isa as bisa berbicara kepada ibunya untuk mengguncangkan pohon kurma sehingga buahnya berjatuhan. Di makanlah buah kurma yang lezat itu.

Maryam bersama anaknya kemudian kembali ke area penduduk. Namun saat itu Maryam dituduh telah melakukan perzinaan karena punya anak tanpa seorang ayah. Lagi-lagi Nabi Isa as yang masih bayi dapat berbicara kepada Bani Israil saat itu.
Kata-kata Nabi Isa as diabadikan dalam Al Qur'an.

قَالَ إِنِّي عَبْدُ اللَّهِ آتَانِيَ الْكِتَابَ وَجَعَلَنِي نَبِيًّا
وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
وَبَرًّا بِوَالِدَتِي وَلَمْ يَجْعَلْنِي جَبَّارًا شَقِيًّا

Artinya:
30. berkata Isa: "Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang Nabi,
31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup;
32. dan berbakti kepada ibuku, dan Dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong lagi celaka.
(QS. Maryam: 30-32).

Nabi Isa as diutus kepada Bani Israil untuk mengajarkan tentang ke-Esaan Allah SWT dan menyelamatkan mereka dari kesesatan.

Nabi Isa as kemudian tumbuh dewasa dengan berbagai mukjizat sebagai tanda kenabian.
Diantara mukjizat Nabi Isa as adalah:
1. Bisa berbicara waktu masih bayi.
2. Dapat memberikan kehidupan kepada burung yang dibuat dari tanah liat.
3. Menyembuhkan orang yang sakit Lepra.
4. Menyembuhkan orang buta.
5. Membangkitkan orang mati.
6. Meminta makanan dari surga atas permintaan murid-muridnya.

Melihat banyak hal yang luar biasa telah dilakukan oleh Nabi Isa as, Bani Israil kemudian menyangka bahwa Nabi Isa as adalah Tuhan. Namun, Nabi Isa as mengelak mengakui dirinya adalah Tuhan. Ia menegaskan bahwa dirinya hanyalah utusan Allah SWT. Sedangkan yang wajib disembah hanya Allah SWT.

Nabi Isa as Tunduk Pada Allah SWT.
Penolakan Nabi Isa as ini diabadikan dalam Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 116-117.

وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ أَأَنْتَ قُلْتَ لِلنَّاسِ اتَّخِذُونِي وَأُمِّيَ إِلَهَيْنِ مِنْ دُونِ اللَّهِ قَالَ سُبْحَانَكَ مَا يَكُونُ لِي أَنْ أَقُولَ مَا لَيْسَ لِي بِحَقٍّ إِنْ كُنْتُ قُلْتُهُ فَقَدْ عَلِمْتَهُ تَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِي وَلا أَعْلَمُ مَا فِي نَفْسِكَ إِنَّكَ أَنْتَ عَلامُ الْغُيُوبِ

Artinya:
"Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: "Hai Isa putera Maryam, Adakah kamu mengatakan kepada manusia: "Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?". Isa menjawab: "Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib".
(QS. Al-Maidah: 116).

Begitu Nabi Isa as ditanya oleh Allah SWT,
"Hai Isa putra Maryam, adakah kamu mengatakan kepada manusia, Jadikanlah aku dan ibuku dua orang Tuhan selain Allah?"
Kontan saja Nabi Isa bersujud, badannya gemetar dan tulang-tulangnya berbunyi seperti akan retak.

Dengan tegas Nabi Isa as kemudian menjawab,
"Maha suci Engkau, tidaklah patut bagiku mengatakan apa yang bukan hakku (mengatakannya). jika aku pernah mengatakan Maka tentulah Engkau mengetahui apa yang ada pada diriku dan aku tidak mengetahui apa yang ada pada diri Engkau. Sesungguhnya Engkau Maha mengetahui perkara yang ghaib-ghaib".

Nabi Isa as kemudian menegaskan sebagaimana dalam Al Qur'an berikut ini.

مَا قُلْتُ لَهُمْ إِلا مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Artinya:
"Aku tidak pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku (mengatakan)nya Yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan Aku, Engkau-lah yang mengawasi mereka. dan Engkau adalah Maha menyaksikan atas segala sesuatu."
(QS. Al-Maidah: 117).

Saturday, 9 August 2014

Tata Cara Mandi Junub

Cara mandi wajib yang sah masih sering menjadi persoalan di kalangan umat Islam antaranya, remaja yang baru baligh, perempuan yang datang haid, lelaki yang keluar air mani, wanita yang keluar darah nifas, suami isteri yang bersetubuh (jimak) dan sebagainya.


Sebab anda perlu Mandi Wajib

  • Bertemu dia khitan atau bersetubuh (masuknya zakar sehingga terbenam kepalanya ke dalam faraj).
  • Keluar mani walaupun sedikit.
  • Mati melainkan mati syahid.
  • Keluar haid bagi perempuan.
  • Keluar nifas (darah yang keluar mengiringi bayi ketika perempuan bersalin).
  • Wiladah atau melahirkan anak.

Rukun Mandi Wajib

(cukup 3 rukun ini, mandi wajib anda Sah)
  • Niat
  • Menghilangkan najis di badan sama ada yang jelas (‘ayni) atau tidak jelas (hukmi)
  • Menyampaikan air ke seluruh anggota badan dari hujung rambut sehingga ke hujung kaki.

Jenis Niat Mandi Wajib

1. Keluar mani atau keluar haid dan nifas
“Sahaja aku mengangkat hadas besar kerana Allah Taala”.
“Sahaja aku mandi daripada haid kerana Allah Taala”.

2. Mandi disebabkan bersetubuh antara suami dan isteri
“Sahaja aku mandi junub kerana Allah Taala”.

3. Mandi disebabkan keluarnya darah nifas
“Sahaja aku mandi daripada nifas kerana Allah Taala”.

Bahasa Arab


Sunat Ketika Mandi Wajib

  • mengadap kiblat
  • membaca basmalah
  • membasuh dua tapak tangan
  • mengambil wuduk terlebih dahulu sebelum mandi
  • menggosok seluruh anggota badan dengan tangan
  • berturut-turut (muwalat) tanpa putus-putus
  • tertib dengan mendahulukan perkara yang perlu didahulukan
  • membasuh sebanyak tiga kali

Cara-cara Mandi Wajib

  • Bersihkan tubuh dan hilangkan kotoran dan perkara-perkara yang boleh menghalangkan air sampai ke anggota badan semasa mandi hadas selepas ini.
  • Setelah selesai mandi biasa, di sunatkan mengambil wuduk dahulu sehingga membasuh telinga sahaja dan tidak perlu membasuh kaki lagi. basuhan kaki akan dilakukan akhir mandi nanti. Perkara ini tidak dilakukan pun tidak mengapa kerana ia merupakan perkara sunat saja.
  • Duduk bertinggung bagi yang berkemampuan. Ini bertujuan untuk membuka semua anggota yang zahir dan mudah untuk mengalirkan air ke kawasan-kawasan sulit tersebut seperti qubul atau dubur. Kalau berdiri pun tidak menjadi masalah, yang paling penting ialah air dapat sampai kepada semua bahagian anggota badan.
  • Niat dahulu sebelum mandi (Lihat dalam bahagian Fardhu Mandi di atas). Bagi siapa yang tidak pandai dalam bahasa arab boleh dalam bahasa indonesia.
  • Sunat memulakan mandian disebelah kanan dahulu dan seterusnya disebelah kiri.
  • Mulakan mandi wajib dengan mengalirkan air mutlak di salah satu anggota badan dan disertakan dengan niat mandi hadas.
  • Gosot atau sapu di semua anggota badan yang zahir iaitu dirambut, kepala, telingga, hidung, mata, mulut, tengkok, ketiak, tangan, jari, kuku, badan, pusat, qubul, dubur, kaki, pelipat-pelipat kaki dan tangan, kuku kaki, jari kaki dan sebagainya. Ini bertujuan untuk menyampaikan air di seluruh anggota badan.
  • Akhir sekali basuh kaki sebagai penyudahnya, kerana semasa mengambil wudu tadi kita tidak membasuh kaki.
  •  
Hal-Hal Yang Mewajibkan Mandi

Satu : Keluarnya mani dengan disertai syahwat.

Baik pada laki-laki atau perempuan, dalam keadaan tidur maupun terjaga.
Dalil tentang syarat "keluarnya mani" 

1. Hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata : "apakah wajib atas seorang wanita untuk mandi bila dia bermimpi?. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjawab : Iya bila ia melihat adanya air mani” [1]
2. Hadits Abu Sa’id Al-Khudry radhiyallahu ‘anhu, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda :
“Air itu hanyalah karena air”. [2]
Maknanya adalah air untuk mandi itu menjadi wajib hukumnya untuk diguyurkan ke tubuh karena keluarnya air mani dari tubuh tersebut, jika tidak keluar maka tidak wajib mandi,,, Sehingga
1-Kalau seseorang tidur dan bermimpi dan melihat ada mani yang keluar, maka wajib mandi
2-Kalau seseorang tidur dan bermimpi tetapi tidak melihat adanya mani yang keluar, maka tidak wajib mandi

3-Kalau seseorang tidur dan tidak bermimpi dan dia melihat ada mani yang keluar, maka dia wajib mandi

4-Kalau seseorang tidur dan tidak bermimpi dan tidak melihat adanya mani yang keluar maka dia tidak wajib mandi

5-Kalau seseorang dalam kondisi tidak tidur (terjaga) dan keluar mani disertai syahwat maka dia wajib mandi.

6-Kalau seseorang dalam kondisi tidak tidur (terjaga) dan keluar mani tidak disertai syahwat maka tidak wajib mandi (semisal karena kedinginan atau penyakit) pada hal ini ada perbedaan pendapat tentang kewajiban mandinya.

Dalil tentang syarat "disertai syahwat"

Hadits ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu : “Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : Jika kamu memancarkan mani dengan kuat) maka mandilah janabah dan jika tidak (keluar dengan kuat), maka tidak wajib mandi.
Dan dalam lafazh yang lain : “Jika kamu melihat mani yang memancar dengan kuat maka mandilah”.
Dan dalam lafazh yang lain : “Jika kamu memancarkan mani dengan kuat maka mandilah”[3]
Sisi pendalilan : Mani itu hanya bisa keluar dengan kuat dan memancar jika disertai syahwat, sehingga jika mani keluarnya tidak disertai dengan syahwat maka tidak wajib mandi, contohnya keluar mani karena kedinginan atau karena sakit dan yang semisalnya.

Dua : Bertemunya kemaluan suami dan istri walaupun tidak keluar mani.

Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Apabila seseorang duduk antara empat bagiannya (tubuh perempuan) kemudian ia bersungguh-sungguh [yakni melakukan hubungan suami-istri] maka wajib baginya untuk mandi.
Dan salah satu riwayat dalam Shohih Muslim “walaupun tidak keluar”. [4]
Kata Imam An-Nawawy [5] : Makna hadits adalah kewajiban mandi tidak  sebatas hanya karena keluarnya mani, tetapi kapansaja kemaluan laki-laki tenggelam dalam kemaluan wanita maka wajib atas keduanya untuk mandi.---(meskipun tidak keluar mani, pen)
Ada kontradiksi?: Hadits Abu Sa’id menyatakan jika keluar mani maka wajib mandi, jika tidak keluar maka tidak wajib mandi. Sedangkan hadits Abu Hurairahwalaupun tidak keluar mani tetap wajib mandi.
Jawaban: Terkhusus untuk hukum dalam hubungan pasutri (jima') hadits Abu Hurairah telah memansukh (menghapus) hukum yang ada pada Hadits Abu Sa’id (jima' yang tidak mengeluarkan mani, tidak wajib mandi).
Hal ini diperjelas oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu:
Sesungguhnya mandi (hanya akan menjadi wajib, pen) dengan sebab keluarnya air mani adalah rukhshoh (keringanan) pada awal Islam. Kemudian sesudah itu, kami diperintahkan untuk (tetap) mandi (meskipun tidak keluar mani, pen) ”[6]

Tiga : Perempuan yang suci dari Haid dan Nifas.

Adapun haid, dalil-dalilnya sebagai berikut :
a. Firman Allah Ta’ala
“Jika mereka telah suci maka datangilah mereka sesuai dengan apa yang Allah perintahkan kepada kalian “.[7]
Kata Imam An-Nawawy : Sisi pendalilan dari ayat adalah bolehnya suami menjima’ isteri-isterinya (atau budaknya) dan tidaklah boleh dijima' kecuali dengan mandi (terlebih dahulu, dan ada kaidah, pen) apa-apa yang membuat tidak sempurna sebuah kewajiban kecuali dengannya, maka perkara itu ikut menjadi wajib.[8]
Maksudnya: telah suci adalah syarat wajib dan kesucian itu tidaklah sempurna kecuali dengan mandi, maka mandi itu ikut menjadi wajib supaya boleh berjima'.
b. Hadits ‘Aisyah tatkala Nabi berkata kepada Fatimah binti Abi Hubeisy :
“Jika waktu haid datang maka tinggalkanlah sholat dan jika telah selesai maka mandilah dan sholatlah”. [9]
c. Ijma’
Kata Imam An-Nawawy : Ulama telah sepakat tentang wajibnya mandi karena sebab haid dan sebab nifas dan di antara yang menukil ijma’ pada keduanya adalah Ibnu Mundzir dan Ibnu Jarir dan selainnya [10]
Kata Ibnu Qudamah : tidak ada perbedaan pendapat tentang wajibnya mandi karena haid dan nifas [11]
Adapun Nifas, dalilnya adalah Ijma’ sebagaimana telah dinukil oleh An-Nawawy dan Ibnu Qudamah diatas.
Kata Ibnu Qudamah : Nifas sama dengan haid karena sesunguhnya darah nifas adalah darah haid, karena itu ketika seorang wanita hamil maka dia tidak haid sebab darah haid tersebut dialihkan menjadi makanan janin. Maka tatkala janin tersebut keluar, maka keluar juga darah karena tidak ada pengalihannya maka dinamakan nifas.[12]
Kata Asy-Syirazy : Adapun darah nifas maka mewajibkan mandi karena sesungguhnya itu adalah haid yang terkumpul, dan diharamkan puasa dan jima’ dan gugur kewajiban sholat maka diwajibkan mandi seperti haid [13]

Empat : Orang kafir yang masuk Islam.

Apakah dia kafir asli atau murtad, ia telah mandi biasa sebelum islamnya atau tidak, didapati darinya ketika masih kafir, apa-apa yang mewajibkan mandi atau tidak.
Dalil-dalilnya :
a. Hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Bukhary-Muslim tentang kisah Tsumamah bin Utsal radhiyallahu ‘anhu yang sengaja mandi[14] kemudian menghadap kepada Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam untuk masuk Islam.

b. Hadits Qois bin A’shim radhiyallahu ‘anhu :
“Saya mendatangi Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam untuk masuk Islam maka Nabi memerintahkan kepadaku untuk mandi dengan air dan daun bidara”.[15]

Sisi pendalilannya : bahwasanya ini adalah perintah dari Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Dan asal dari perintah menunjukkan hukum wajib kecuali kalau ada dalil lain yang menurunkan derajatnya. Wallahu A’lam.[16]

Lima: Meninggal (mati)
Maksudnya wajib bagi orang yang hidup untuk memandikan orang yang meninggal.


Adapun dalil-dalilnya :
1. Hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang orang yang jatuh dari ontanya dan meninggal, Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda : “Mandikanlah dia dengan air dan daun bidara dan kafanilah dengan dua baju”. [17]
2. Hadits Ummu ‘Athiyah tatkala anak Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam meninggal, beliau bersabda : “Mandikanlah dia tiga kali atau lima atau tujuh atau lebih jika kalian melihatnya dengan air dan daun bidara”.[18]

TATA CARA MANDI JUNUB

 terbagi menjadi 2 cara :
1. Cara yang mujzi` (yang mencukupi/memadai)
2. Cara yang sempurna
Faedah:
Kata Syeikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : batasan antara cara yang sempurna dengan yang cukup adalah apa-apa yang mencakup wajib maka itu sifat cukup, dan apa-apa yang mencakup wajib dan sunnah maka itu sifat sempurna. [19]
Adapun tata cara yang mujzi`:

1. Niat Akan Melaksanakan Mandi Junub Bukan Sekedar Mandi Biasa.

Karena niat adalah syarat sahnya seluruh ibadah, sebagaimana sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam :
sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung dengan niat dan sesungguhnya setiap orang sesuai dengan apa yang dia niatkan”. [20]
Penggalan yang pertama bermakna ia berniat untuk mengerjakan mandi junub, bukan mandi mandi seperti biasa. Penggalan yang kedua bermakna ia meniatkan mandi junub tersebut dalam rangka mentaati Allah dan RasulNya.
2. Menyiram Kepala Sampai Ke Dasar Rambut Dan Seluruh Anggota Badan Dengan Air.
Dalil-dalilnya :
1) Firman Allah Ta’ala :
“Dan jika kalian junub maka bersucilah”.[21]
Kata Ibnu Hazm : Bagaimanapun caranya dia bersuci (mandi-Pent) maka dia telah menunaikan kewajibannya yang Allah wajibkan padanya [22]
2) Hadits Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu :
“Kami (para shahabat) saling membicarakan tentang mandi junub di sisi Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam maka beliau berkata : Adapun saya, cukup dengan menuangkan air di atas kepalaku tiga kali kemudian setelah itu menyiramkan air ke seluruh badanku”. [23]
3). Dari ‘Imran bin Husain radhiyallahu ‘anhu[24], beliau berkata :
“Dan yang terakhir adalah diberikannya satu bejana air kepada yang orang yang terkena janabah lalu beliau (Nabi) bersabda : Pergilah dan tuangkanlah air itu atas dirimu“.
Kata Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah : “Dan Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam tidak menjelaskan bagaimana cara menuangkan air kepada dirinya. Seandainya mandi itu wajib/harus sebagaimana tata cara mandinya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam (yang sempurna-pent.), tentunya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menjelaskan kepada orang tersebut, karena menunda penjelasan pada saat dibutuhkan adalah tidak boleh”.[25]

Adapun Tata Cara Mandi Wajib Yang Sempurna:

Ada dua hadits yang menjadi pokok pendalilannya, yaitu hadits Aisyah dan hadits Maimunah radhiyallahu ‘anhuma.

Satu : Sifat mandi junub dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha.

Lafazh hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha adalah sebagai berikut :
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ غَسَلَ يَدَيْهِ -وَفِيْ روَايَةٍ لِمُسْلِمٍ ثُمَّ يَفْرُغُ بِيَمِيْنِهِ عَلَى شِمَالِهِ فَيَغْسِلُ فَرْجَهُ- ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوْئَهُ لِلصَّلاَةِ ثُمَّ يُخَلِّلًُ بِيَدَيْهِ شَعْرَهُ حَتَى إِذَا ظَنَّ أَنَّهُ قَدْ أَرْوَى بَشَرَتَهُ أَفَاضَ عَلَيْهِ الْمَاءَ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ
“Bahwasanya Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kalau mandi dari janabah maka beliau memulai dengan mencuci kedua telapak tangannya –dalam riwayat Muslim, kemudian beliau menuangkan air dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya lalu beliau mencuci kemaluannya- kemudian berwudhu sebagaimana wudhunya untuk sholat kemudian memasukkan jari-jarinya kedalam air kemudian menyela dasar-dasar rambutnya sampai beliau merasa telah sampainya air kedasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan kedua tangannya sebanyak tiga kali kemudian beliau menyiram seluruh tubuhnya.[26]
Dalam hadits diatas tidak disebutkan pensyaratan niat, namun itu tidaklah berarti gugurnya pensyaratan niat tersebut karena telah dimaklumi dari dalil-dalil lain menunjukkan disyaratkannya niat itu dan telah kami sebutkan sebagaian darinya dalam pembahasan diatas.
Maka dari hadits ‘Aisyah diatas dapat disimpulkan sifat mandi junub sebagai berikut :
1. Mencuci kedua telapak tangan.
Dan ada keterangan dalam salah satu riwayat Muslim dalam hadits ‘Aisyah ini bahwa telapak tangan dicuci sebelum dimasukkan ke dalam bejana.
2. Menuangkan air dengan tangan kanannya keatas tangan kirinya lalu mencuci kemaluannya.
3. Berwudhu dengan wudhu yang sempurna sebagaimana berwudhu untuk sholat.
4. Memasukkan kedua tangan kedalam bejana untuk menciduk air dengan sekali cidukan, kemudian menuangkannya diatas kepala. Kemudian memasukkan jari-jari diantara bagian-bagian rambut dan menyela-nyelainya sampai ke dasar rambut di kepala.
5. Menyiram kepala tiga kali dengan tiga kali cidukan.
Dan diterangkankan dalam hadits ‘Aisyah riwayat Muslim :
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bila mandi dari junub, maka beliau meminta sesuatu (air) seperti Hilab (semacam kantong yang dipakai untuk menyimpan air susu yang diperah dari binatang), kemudian beliau mengambil air dengan telapak tangannya maka beliau memulai dengan bagian kepalanya sebelah kanan kemudian yang kiri, kemudian beliau (menuangkan air) dengan kedua tangannya diatas kepalanya”.
6. Kemudian menyiram air kesemua bagian tubuh.
Tambahan:
Hendaknya memulai dengan anggota-anggota badan bagian kanan
Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhary dan Muslim :
“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyenangi yang kanan dalam bersendal (sepatu), bersisir, bersuci dan dalam seluruh perkaranya”.[27]

Dua : Sifat mandi wajib dalam hadits Maimunah radhiyallahu ‘anha.

Adapun cara yang kedua :
Lafazh hadits Maimunah bintul Harits radhiyallahu ‘anha adalah sebagai berikut :
وَضَعْتُ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ وَضُوْءَ الْجَنَابَةِ فَأَكْفَأَ بِيَمِيْنِهِ عَلَى يَسَارِهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ غَسَلَ فَرْجَهُ ثُمَّ ضَرَبَ يَدَهُ بِالأَرْضِ أَوِ الْحَائِطِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا ثُمَّ مَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ ثُمَّ غَسَلَ وَجْهَهُ وَذِرَاعَيْهِ ثُمَّ أَفَاضَ عَلَى رَأْسِهُ الْمَاءَ ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ ثُمَّ تَنَحَّى فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ فَأَتَيْتُهُ بِخِرْقَةٍ فَلَمْ يُرِدْهَا فَجَعَلَ يَنْفُضُ الْمَاءَ بِيَدَيْهِ.
“Saya meletakkan untuk Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam air mandi janabah maka beliau menuangkan dengan tangan kanannya diatas tangan kirinya dua kali atau tiga kali kemudian mencuci kemaluannya kemudian menggosokkan tangannya di tanah atau tembok dua kali atau tiga kali kemudian berkumur-kumur dan istinsyaq (menghirup air) kemudian mencuci mukanya dan kedua tangannya sampai siku kemudian menyiram kepalanya kemudian menyiram seluruh tubuhnya kemudian mengambil posisi/tempat, bergeser lalu mencuci kedua kakinya kemudian saya memberikan padanya kain (semacam handuk-pent.) tetapi beliau tidak menginginkannya lalu beliau menyeka air dengan kedua tangannya. [28]
Dalam sifat mandi junub riwayat Maimunah diatas berbeda dengan sifat mandi junub dalan hadits ‘Aisyah pada beberapa perkara :
Dalam hadits Maimunah ada tambahan menggosokkan tangan ke tanah atau tembok.

Dalam hadits Maimunah tidak ada penyebutan menyela-nyelai rambut.

Dalam salah satu riwayat Bukhary-Muslim pada hadits Maimunah ada penyebutan bahwa kepala disiram tiga kali, namun tidak diterangkan cara menuangkan air diatas kepala sebagaimana dalam hadits ‘Aisyah.

Juga riwayat diatas menunjukkan bahwa tidak ada pengusapan kepala dalam hadits Maimunah. Yang ada hanyalah menyiram kepala tiga kali.
Dalam hadits Maimunah mencucikan kaki dijadikan pada akhir mandi sedangkan dalam hadits ‘Aisyah mencuci kaki ikut bersama dengan wadhu.
Catatan Penting
Syeikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan bahwa memang ada beberapa perbedaan antara hadits ‘Aisyah dan hadits Maimunah dan itu banyak terjadi dalam beberapa ‘ibadah yang dikerjakan oleh Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Yaitu beliau kerjakan ‘ibadah tersebut dengan bentuk yang berbeda-beda untuk menunjukkan kepada umat bahwa ada keluasan dalam bentuk-bentuk ‘ibadah tersebut. Sepanjang ada tuntunan dalam Syari’at yang menjelaskan bentuk-bentuk ‘ibadah tersebut maka boleh dikerjakan seluruhnya atau dikerjakan secara silih berganti.[29]


Beberapa permasahan terkait:
1. Disyariatkan menyela-nyelai jenggot
Diambil dari hadis Aisyah: “kemudian menyela-nyelai dengan jari-jarinya dasar-dasar rambut”
Menunjukkan umumnya rambut jenggot dan kepala walaupun yang paling nampak didalamnya adalah rambut kepalanya.[30]

2. Tidak ada perbedaan tata cara mandi janabah antara laki-laki dan wanita, hanya saja bagi wanita kecuali dalam hal membuka kepang rambutnya. Dan membuka kepang rambut bagi perempuan tidaklah wajib bila air dapat sampai ke pangkal rambut tanpa membuka kepangnya.

Sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha : “Sesungguhnya ada seorang perempuan bertanya : wahai Rasulullah, sesungguhnya saya perempuan yang sangat keras kepang rambutku apakah saya harus membukanya untuk mandi janabah ? Rasulullah menjawab : Tidak, sesungguhnya cukup bagi kamu untuk menyela-nyelai kepalamu tiga kali kemudian menyiram air diatasnya, maka kamu sudah suci”.[31]

3. Adapun orang yang haid atau nifas, maka tata cara mandinya sama dengan mandi janabah kecuali dalam beberapa perkara:

a. Disunnahkan baginya untuk mengambil potongan kain, kapas atau yang sejenisnya kemudian diberi wangi-wangian/harum-haruman kemudian dioleskan/digosokkan pada tempat keluarnya darah (kemaluannya) untuk membersihkan dan mensucikan dari bau yang kurang sedap.[32]

b. Disunnahkan pula untuk mandi dengan air dan daun bidara sebagaimana hadist ‘Aisyah diatas dan disunnahkan bagi wanita untuk membuka kepang rambutnya[33]

4. Tidaklah makruh mengeringkan badan dengan kain, handuk, tissu atau yang sejenisnya, karena tidak adanya dalil yang menunjukkan hal tersebut, dan hukum asal sesuatu adalah mubah (boleh). Tapi tidaklah diragukan bahwa yang paling utama adalah membiarkannya tanpa dikeringkan berdasarkan hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma riwayat Bukhary-Muslim :

“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengakhirkan sholat ‘Isya sampai mendekati pertengahan malam. Maka keluarlah ‘Umar lalu berkata : “Wahai Rasulullah, para perempuan dan anak kecil telah tidur’. Maka keluarlah beliau dan kepalanya masih meneteskan air seraya berkata : “Andaikata tidak memberatkan umatku atau manusia maka saya akan memerintahkan mereka untuk melakukan sholat (‘Isya) pada waktu ini”.[34]

5. Sudah cukup mandi dari wudhu, maka barang siapa yang mandi dan tidak berwudhu maka sudah terangkat darinya dua hadats, yaitu hadats kecil dan hadats besar dan boleh baginya untuk sholat.

Kata Imam Al-Baghawy : Dan ini adalah pendapat kebanyakan para ulama dan diriwayatkan dari Salim bin Abdullah bin Umar bahwasanya Abdullah bin Umar mandi kemudian berwudhu, maka saya berkata padanya : wahai bapakku bukankah cukup bagimu mandi dari wudhu ? Ibnu Umar menjawab : iya, akan tetapi saya kadang-kadang memegang kemaluanku, maka saya berwudhu.[35]

6. Tidak disyaratkan berwudhu lagi sesudah mandi janabah, karena Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam langsung sholat sesudah mandi janabah tanpa berwudhu lagi,[36]

7. Tidak boleh dan tercelanya berlebih-lebihan (boros) dalam menggunakan air dalam wudhu dan mandi junub.[37]