Hakikat dan Rahasia Ujian Allah
Ujian adalah sebuah keniscayaan dalam kehidupan. Sebagai pribadi biasa
atau pribadi yang bertitelkan aktivis dakwah yang hidupnya penuh warna,
ujian pasti datang menghampiri dan turut memberi warna dalam salah
satu atau bahkan sebagian besar fragmen kehidupan kita. Ujian akan
selalu datang, datang dan datang jika kita telah mengaku beriman. Tak
hanya sekali.
“Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan
mengatakan kami telah beriman dan tidak akan diuji..? dan sungguh Kami
telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui
orang-orang yang benar dan orang-orang yang dusta ” (QS. Al Ankabut : 3)
Dari ayat tersebut, bolehlah dikatakan jika ujian adalah sebuah alat
evaluasi. Alat evaluasi yang dipergunakan oleh Allah untuk menguji
kelayakan dan komitmen seorang hamba jika ia telah mengaku beriman.
Untuk menguji apakah seorang hamba “layak” untuk naik ke level keimanan
yang lebih tinggi. Untuk menguji apakah seorang hamba benar- benar
beriman sepenuh hati. Atau jangan –jangan ikrar Syahadatain yang telah
diucapkannya hanya menjadi Lip Service belaka. Sebab setiap yang diucapkan membutuhkan pembuktian.
Ada satu hal yang menarik pada salah satu tulisan Syaikhut tarbiyyah
Ust. Rahmat Abdullah mengenai ujian. Beliau mengatakan “Engkau akan
diuji pada titik terlemah yang engkau miliki”. Kita sering sadar jika
datangnya ujian Allah itu sesuatu yang lumrah. Tapi yang mungkin jarang
kita sadari bahwa Allah itu akan menguji pada titik terlemah yang kita
miliki. Kita kan diuji pada titik dimana kapasitas dan kualitas diri
kita dianggap Allah masih kurang dan membutuhkan peningkatan. Kita akan
diuji pada kelemahan yang harus dihilangkan.
Jika titik kelemahan kita ada pada rendahnya tingkat pengendalian emosi
maka Allah tidak akan menguji kita berkaitan dengan kelemahan menjaga
batas-batas hubungan dengan lawan jenis. Kita kan lebih sering
dipertemukan dengan orang-orang yang bawaannya selalu memancing emosi.
Kita akan sering dipertemukan dengan orang-orang yang berseberangan
sudut pandang dan pola pikirnya dengan kita. Yang Setiap kali bertemu
pasti menyulut pertengkaran. Allah akan makin menambah
persoalan-persoalan pelik yang mungkin bisa meledakkan emosi kita.
Ujian–ujian itu tidak akan berhenti sampai Allah memandang kita mampu
memenej emosi kita. Dan selama kita belum bisa menghadapi dan mengatasi
semua itu, ujian tersebut akan terus datang.
Begitu juga jika kita adalah pribadi yang mudah tergoda kemilaunya harta
dunia. Maka, ujian yang datang juga tidak akan berupa hal-hal yang
berkaitan dengan bagaimana cara mengendalikan emosi atau menahan godaan
dari lawan jenis. Bisa dipastikan Allah akan membuka lebar-lebar
kesempatan bagi kita untuk mengelola anggaran keuangan. Allah akan makin
memperlihatkan fasilitas- fasilitas duniawi yang mengoda untuk kita
kejar. Allah ingin mengetahui apakah kita sudah amanah dan qona’ah
ataukah sebaliknya.
Demikianlah, kita
memang akan diuji di titik yang memang membutuhkan perubahan. Allah akan
memberikan ujian sebagai washilah untuk memperbaiki diri. Dengan ujian,
Allah memberi kesempatan untuk menghilangkan titik-titik kelemahan yang
masih melekat pada diri kita. Dengan harapan bahwa kelemahan-kelemahan
itu tak lagi menjadi noda-noda yang memburamkan potret diri kita sebagai
hamba di hadapan Allah. Dengan ujian kiranya seorang hamba bisa berubah
kian hari kian bertambah ketaatan padaNya. Maka, jika seorang hamba
makin bertambah keimanan dan ketaatan pada Nya secara otomatis akan
meningkat pula posisi levelnya di sisi Allah.
No comments:
Post a Comment